Foto : Ketua Sanggar Cahaya Ramala Harapkan Dukungan Pemerintah Untuk Pengembangan Alat Musik Tradisional Ole Tulei
SBB, Globaltimur NN - Ketua Sanggar Cahaya Ramala, Gerson Sohali, menyampaikan aspirasi dan harapan terkait pengembangan alat musik tradisional Ole Tulei usai penyambutan Anggota DPR-RI Widya Pratiwi dalam kegiatan reses perdananya untuk mendengarkan aspirasi masyarakat di Desa Kamal, Kabupaten SBB, pada Minggu (8/12/24).
Gerson saat di temui oleh awak media usai kegiatan menjelaskan, alat musik Ole Tulei pertama kali tercipta dari inspirasi yang muncul dalam keluarganya.
“Awalnya, ini merupakan ide dari anak kecil saya. Kemudian kami bersama-sama mengembangkan musik Ole Tulei ini. Pemain pertama adalah anak laki-laki saya sendiri, dan kini ia didampingi oleh dua anak lainnya yang siap melanjutkan karya ini,” ujarnya.
Alat musik Ole Tulei merupakan ciptaan Sanggar Cahaya Ramala. Nama “Ole Tulei” berasal dari bahasa lokal, yang berarti “bambu berbunyi.” Alat musik ini terinspirasi dari video TikTok, tetapi Gerson menegaskan bahwa versi yang mereka buat adalah hasil kreasi dan inovasi sendiri.
“Ole berarti bambu, Tulei berarti berbunyi. Nama ini mencerminkan alat musik yang menghasilkan irama dari bambu,” jelasnya.
Dalam pengembangan alat musik ini, satu batang bambu digunakan untuk menghasilkan satu nada, seperti nada Do dalam tangga nada C. Ole Tulei kemudian dikolaborasikan dengan alat musik tradisional lainnya, seperti ukulele dan suling bambu, untuk menciptakan harmoni yang unik.
Gerson berharap pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, dapat memberikan perhatian khusus untuk mendukung pengembangan alat musik tradisional ini.
“Saat ini kami baru memiliki satu alat musik Ole Tulei. Ke depannya, kami ingin membuat lebih banyak, hingga mencapai 10 alat, agar bisa berkolaborasi lebih luas dengan musik tradisional lainnya,” tuturnya.
Selain itu, Gerson mengungkapkan bahwa saat ini Sanggar Cahaya Ramala memiliki 80 anggota, namun alat musik yang tersedia masih sangat terbatas. Untuk ukulele, mereka hanya memiliki 15 buah, di mana 10 milik sanggar dan 5 lainnya adalah milik pribadi anggota.
“Kami harap ke depan bisa mendapatkan tambahan ukulele hingga mencapai 40 buah, sehingga lebih banyak personil yang bisa ikut bermain,” katanya.
Gerson menekankan pentingnya dukungan bagi generasi muda agar dapat melestarikan dan mengembangkan musik tradisional Maluku. “Kami ingin anak-anak di sanggar ini dapat terus memanfaatkan alat musik tradisional seperti Ole Tulei, ukulele, dan suling bambu, sehingga budaya lokal kita tetap hidup dan berkembang,” ungkapnya.
Dengan aspirasi ini, Sanggar Cahaya Ramala berharap dapat menjadi pelopor dalam melestarikan dan mempopulerkan alat musik tradisional Maluku, serta mendapatkan perhatian dan dukungan nyata dari pemerintah. (V374)