Dr. Cherly Salawane : Hardiknas 2025 Harus Menjadi Momentum Untuk Gerakan "Sekolah Siaga Bencana (SSB)" di Malut - globaltimurnn.com
SELAMAT DATANG DI MEDIA ONLINE GLOBAL TIMUR NUSANTARA NEWS.COM

News


Kamis, 01 Mei 2025

Dr. Cherly Salawane : Hardiknas 2025 Harus Menjadi Momentum Untuk Gerakan "Sekolah Siaga Bencana (SSB)" di Malut

Foto : Dr. Cherly Salawane : Hardiknas 2025 Harus Menjadi Momentum Untuk Gerakan "Sekolah Siaga Bencana (SSB)" di Malut

Halut
- Globaltimurnn.com - Di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei tahun 2025 ini, disambut baik oleh Dr. Cherly Salawane S.Si., M.Pd, yang adalah Dosen di salah satu Universitas di Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara, yakni Universitas Halmahera (UNIERA), Hal ini disampaikan kepada Wartawan Media Globaltimurnn.com lewat Via WhatsApp. Kamis, (01/05/2025). 


Dr. Cherly Salawane, S.Si.,M.Pd menjelaskan" Refleksi Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025 dengan Judul, "Merdeka Belajar dalam Kebencanaan" Pendidikan Siaga Bencana untuk Generasi Pancasila di Provinsi Maluku Utara." 


Maluku Utara, dengan keindahan alamnya yang memesona, menyimpan potensi bencana yang tidak bisa diabaikan, Dari gempa bumi, tsunami, banjir, gerakan tanah, hingga erupsi gunung api, Ancaman bencana itu nyata. 


Namun, dibalik kerentanan ini, ada peluang besar untuk membangun Generasi Pancasila yang tangguh melalui pendidikan kebencanaan berbasis Merdeka Belajar, Inilah saat yang tepat bagi generasi muda Maluku Utara untuk bangkit menjadi garda terdepan dalam mitigasi bencana dan membuktikan bahwa tidak hanya bisa bertahan tetapi juga tumbuh lebih kuat.


Pria kelahiran Amahai 10 April 1983 ini menyampaikan, Pendidikan kebencanaan tidak sekadar teori namun harus dihidupkan dalam praktik sehari-hari (simulasi bencana dan evaluasi simulasi berkesinambungan). 


Program Merdeka Belajar memberi ruang bagi siswa atau mahasiswa untuk bereksplorasi, termasuk dalam menciptakan solusi kreatif menghadapi bencana, Bayangkan jika setiap sekolah atau perguruan tinggi di Kota Ternate, Kota Tidore, atau seluruh kabupaten di Halmahera memiliki "Klub Siaga Bencana" yang dirancang oleh siswa/mahasiswa. 


Mereka bisa memanfaatkan teknologi sederhana, seperti sistem peringatan dini berbasis IoT (Internet of Things), atau mengadakan simulasi evakuasi dengan memadukan kearifan lokal, Ini bukan hanya sebatas mimpi, tapi sesuatu yang bisa diwujudkan bersama.


Kearifan lokal Maluku Utara adalah kekuatan yang mungkin saja sering terlupakan, Contohnya" masyarakat adat di Halmahera telah lama membaca tanda alam untuk memprediksi bencana, seperti perubahan perilaku hewan atau suhu lingkungan yang tidak biasa terjadi serta tanda-tanda lainnya, Generasi muda harus menjadi jembatan antara pengetahuan tradisional (etnosains) dan sains modern (sains ilmiah). "Kata Salawane."


Dengan kurikulum yang fleksibel, siswa/mahasiswa bisa meneliti dan mendokumentasikan kearifan ini sebagai proyek pembelajaran, lalu mengembangkannya menjadi sistem peringatan yang lebih terstruktur. 


Kita butuh aksi nyata, bukan hanya wacana. Hardiknas 2025 harus menjadi momentum untuk meluncurkan gerakan "Sekolah Siaga Bencana (SSB)" di Provinsi Maluku Utara, Setiap sekolah/perguruan tinggi bisa membuat rencana kontinjensi, menyiapkan tas siaga bencana dan perlengkapan perlindungan diri lainnya, dan melatih tim respons cepat tanggap bencana. Kesiapsiagaan dimulai dari kemandirian. "Pungkas Salawane."


Pendidikan siaga bencana bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi untuk membangun masa depan yang lebih baik, Jika generasi muda Maluku Utara mampu menghadapi bencana dengan cerdas dan berani, mereka juga akan mampu menghadapi tantangan global lainnya, Mari kita jawab tantangan ini bersama. 


Dengan semangat Merdeka Belajar, kita bisa menciptakan generasi yang tidak hanya siap menghadapi bencana, tetapi juga mampu membangun ketahanan masyarakat, Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tidak bisa dibangun sendirian.  Ucap Salawane. 


Beliau, Dr. Cherly Salawane juga menuturkan,,,Generasi muda Maluku Utara harus menjadi penggerak kolaborasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari instansi teknis seperti BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) hingga akademisi, misalnya Universitas Halmahera, dan komunitas adat setempat. 


BMKG, PVMBG dan BNPB dapat memberikan data risiko bencana, pelatihan teknis, serta sistem peringatan dini, sementara kampus berperan dalam penelitian dan pengembangan. 


Sementara itu, komunitas adat dengan kearifan lokalnya menawarkan pengetahuan praktis yang telah teruji oleh waktu, seperti tanda-tanda alam sebelum tsunami atau teknik konstruksi tahan gempa, Sinergi semacam ini memastikan bahwa upaya mitigasi bencana tidak hanya ilmiah, tetapi juga kontekstual dan mudah diadopsi oleh masyarakat.


"Dosen yang juga sebagai seorang Peneliti Sains Mitigasi Bencana Gunung Api " ini menyebutkan bahwa Bencana adalah tantangan kolektif yang membutuhkan respons bersama, dan pendidikan adalah media yang mampu mempersatukan semua pihak. 


Sekolah dan kampus dapat menjadi pusat pelatihan lintas generasi untuk bertukar pengetahuan, Misalnya, Universitas Halmahera bisa mengadakan forum diskusi gabungan yang menghadirkan BMKG, PVMBG, BNPB, dan tetua adat, serta generasi muda untuk merancang modul kebencanaan berbasis lokal. 


Dengan demikian, pendidikan tidak hanya transfer ilmu, tetapi juga ruang dialog untuk menciptakan solusi inklusif. 


Kolaborasi semacam ini tidak hanya memperkuat kesiapsiagaan bencana, tetapi juga membangun solidaritas sosial sebagai fondasi penting untuk masa depan Maluku Utara yang lebih aman dan berdaya. (Yansen)

Post Top Ad

TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI MEDIA KAMI, SEMOGA BERMANFAAT