Foto : Guru Mendidik, Malah Dilapor, Nilai Pendidikan Runtuh
Masohi, Globaltimurnn.com - Dulu, di era 80-an, bahkan sebelumnya, cubitan atau pukulan kecil dari guru bukan tanda kekerasan, melainkan bentuk kasih sayang dan tanggung jawab dalam mendidik.
Anak-anak yang bandel ditegur, yang malas diingatkan dengan disiplin keras dan orang tua tak pernah marah, malah berterima kasih karena guru ikut membentuk karakter anak.
Namun kini, zaman berubah, Di era Undang-Undang Perlindungan Anak, batas antara mendidik dan dianggap melakukan kekerasan menjadi semakin tipis.
Guru yang menegur keras murid bisa dilaporkan, yang menepuk bahu karena emosi mendidik pun bisa dianggap melakukan kekerasan fisik. Ungkap seutas goresan Ovhan Sanaky kepada Redaksi Globaltimur sore ini via pesan whatsapp-nya
Memang, UUD Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 penting, ia melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan tidak manusiawi.
Tapi sayangnya, pemahaman sebagian masyarakat masih keliru, Tidak semua tindakan tegas guru berarti kekerasan, Ada konteks pendidikan, ada niat mendidik, bukan menyakiti. Ujar Sanaky
Seorang guru memikul tanggung jawab moral dan sosial, membentuk karakter generasi, Tapi jika setiap langkah tegas dibalas laporan polisi, siapa lagi yang berani menegakkan disiplin di sekolah? Tanya Sanaky Heran
Mendidik anak tidak cukup dengan kata lembut, Kadang perlu nada keras, tindakan disiplin, tentu dengan niat mendidik, bukan melukai, Tapi kini, guru seolah dibatasi oleh ketakutan hukum, padahal pandainya pembuat hukum datangnya dari ajaran ilmu seorang guru.
Mungkin kita perlu kembali merenung, Apakah bangsa ini sedang kehilangan keseimbangan antara perlindungan dan pendidikan?, Guru bukan musuh anak, guru adalah pelita jangan biarkan pelita itu padam hanya karena salah paham soal “pukul” yang dulu bermakna nasehat. Pungkasnya (V374)